GOOGLING..!

Senin, 27 Februari 2012

Mbranding Sepakbola Purworejo Seutuhnya

Marilah kita simak dahulu tulisan berikut. judulnya adalah Brand Building Sepak Bola. Penulisnya adalah Yuswohady.

BRAND BUILDING SEPAK BOLA 
oleh: Yuswohady

Kinilah saatnya membangun brand sepak bola Indonesia. Kenapa saya bilang begitu? Karena lingkaran setan (vicious circle) keterpurukan sepak bola yang tak karuan ujung-pangkalnya kini terlihat mulai bisa diputus. Benang kusut persoalan sepak bola kita pun samar-samar mulai bisa diurai. Menariknya, yang mengurai problem akut sepak bola tanah air ini bukanlah PSSI, bukan LPI, bukan pula SBY apalagi DPR. Yang menyembuhkan sepak bola dari penyakit akut adalah kekuatan besar bernama: pasar. Saya percaya kekuatan pasar akan menjadi kekuatan pendobrak yang menjadikan sepak bola kita makin dewasa, berkualitas, konfiden, dan membanggakan.

Dari sudut pemasaran saya mengidentifikasi, ada tiga elemen pasar yang akan menjadikan sepak bola kita berjaya. Pertama adalah konsumen (customer) yaitu para penonton, para fans, para suporter fanatik, para holigan di satu sisi, dan perusahan sponsor dan pemasang iklan di sisi lain. Kedua adalah brand yaitu bisa pemain, klub sepak bola, liga/turnamen seperti LPI (Liga Premier Indonesia) dan ISL (Indonesia Super League), atau bisa juga organisasi pembina sepak bola seperti PSSI. Dan elemen ketiga adalah persaingan (competition) baik antar pemain, antar klub, antar liga/turnamen, atau bahkan antar organisasi pembinanya. Ingat, dalam mekanisme pasar, persaingan akan selalu membawa kebaikan, kedewasaan, dan kemajuan.


Ketiga elemen — customer, brand, competition — di atas akan menciptakan keajaiban jika ketiganya membentuk “lingkaran malaikat” (virtuous circle) bukan “lingkaran setan” (vicious circle), saling mendukung dan ber-chemistry satu sama lain. Penonton yang banyak dan perusahaan sponsor yang cukup akan mendukung eksistensi klub dan liga. Pemain, klub, dan liga yang berkompetisi secara sehat dan profesional akan mendongkrak kualitas dan kinerja mereka. Kualitas dan kinerja unggul pada gilirannya akan menarik penonton dan perusahaan sponsor lebih banyak lagi yang kemudian akan menjadikan sepak bola kita lebih maju lagi. Demikian, siklus itu terus berputar seperti luncuran bola salju; dan jika luncuran bola salju ini bergulir makin kencang maka kemajuan sepak bola nasional tak akan bisa terbendung lagi.

Luncuran bola salju yang bergulung-gulung makin besar itulah yang saya sebut sebagai “lingkaran malaikat”, sedang proses yang sebaliknya saya sebut sebagai “lingkaran setan”. Tiga elemen di atas kini mulai muncul, tinggal kita bisa cepat memanfaatkan momentum kemunculan tersebut atau tidak. Kalau bisa maka lingkaran malaikat kejayaan sepak bola kita bakal terwujud; tapi kalau tidak, lingkaran setan keterpurukan sepak bola kita bakal terus menggayuti. Coba kita lihat elemen tersebut satu-satu.

Customer

Penampilan mengesankan timnas dalam laga AFC beberapa waktu lalu adalah “moment of truth” yang punya makna sangat strategis untuk kebangkitan sepak bola kita. Kenapa begitu? Karena moment of truth tersebut telah mendatangkan antusiasme dan spirit baru penonton, suporter, dan fans sepak bola kita yang bertahun-tahun redup karena jeleknya kualitas dan kinerja sepak bola kita. Dalam marketing, mereka adalah customer yang menjadi “darah” keberlangsungan dan kemajuan sepak bola kita. Tak mungkin sepak bola di suatu negara akan maju tanpa adanya customer ini. Sepak bola Eropa (terutama klub dan liga di Inggris dan Spanyol) maju pesat karena keberadaan penonton dan fans yang datang tak hanya dari negara yang bersangkutan, tapi dari seluruh dunia termasuk kita-kita di Indonesia. Kekuatan branding membuat klub-klub seperti MU atau Real Madrid misalnya, digandrungi dan difanatiki fans dari seluruh dunia, sehingga customer base-nya demikian besar.

Ada gula ada semut. Jika penonton dan fans sepak bola kita sudah terbentuk dalam jumlah yang sangat besar mencapai ratusan juta fans, maka perusahaan sponsor pun berduyun-duyun datang untuk menginvestasikan dana promosinya. Jadi saya melihat, antusiasme penonton yang muncul menyusul penampilan mengesankan timnas kita telah memicu gelombang antusiame dari kalangan perusahaan sponsor dan pemasang iklan untuk mendukung sepak bola kita. “It’s big market and big business!” Begitu kira-kira ujar mereka.

Pemain seperti Bachdim atau Gonzales sudah menjadi superstar yang mereka incar untuk dijadikan brand ambasador. Begitupun klub-klub seperti Persib, Persema, atau Sriwijaya FC bakal punya nilai jual tinggi untuk menjadi brand endorser mereka. Beberapa hari lalu saya melihat di surat kabar, brand campaign Coca Cola yang mendukung laga LPI hebat sekali. Saya meyakini langkah Coca Cola ini bakal diikuti oleh perusahaan sponsor lain yang ngiler ingin memanfaatkan momentum kebangkitan sepak bola kita.

Brand

Bagi saya Irfan Bachdim adalah brand, Persib dan Persema adalah brand; ISL dan LPI adalah brand, begitupun PSSI adalah brand. Brand-brand itu bisa besar kalau dikelola dengan baik. MU adalah brand yang bernilai triliunan rupiah karena dikelola dengan prinsip-prinsip marketing dan branding yang solid, mulai dari pembibitan dan pembinaan pemain, pementasan laga pertunjukan sepak bola, kerjasama sponsorhip dengan perusahaan, sampai dengan membangun fanatisme konsumen. Liga Champion atau FA Cup adalah juga brand hebat karena berhasil menggelar pertunjukkan sepak bola spektakuler, mencipta pemain-pemain berkelas, dan menghasilkan perputaran uang triliunan rupiah.

Dalam marketing, customer adalah elemen dasar pembentukan brand. Karena itu saya melihat moment of truth antusiasme konsumen sepak bola nasional di atas haruslah menjadi momentum untuk pembentukan brand pemain, klub dan liga yang telah sekian lama tenggelam. Minat yang begitu besar dari perusahaan untuk mendukung persepakbolaan nasional haruslah menjadi suntikan “darah segar” bagi pembentukan brand (brand building) pemain, klub, dan liga untuk mengembangkan dan memajukan diri. Karena itu saya berani mengatakan tahun 2011 adalah “tahun brand building” persepakbolaan nasional.

Dengan antusiasme dan spirit baru yang kita peroleh akhir tahun 2010 lalu, kinilah saatnya kita mulai menata klub-klub dengan pembinaan dan kompetisi yang bermutu untuk menghasilkan pemain-pemain hebat sekelas Ronaldo, Roney, atau Kaka. Kini saatnya kita mulai menata petunjukan laga sepak bola menjadi sebuah pertunjukkan yang berkualitas, menghibur, dan spektakuler, sespektakuler konser Michael Jackson. Kinilah saatnya kita mulai menata bisnis sepak bola bernilai triliunan rupiah dengan menciptakan win-win partnership dengan perusahaan-perusahaan sponsor.

Competition

Persaingan yang fair, apapun bentuknya, akan selalu membawa kebaikan dan kemajuan. Itulah logika pasar. Sebaliknya, monopoli dan hegemoni akan membawa kesalahurusan (mismanagement), pembonsaian, dan keterpurukan. Kompetisi antar pemain, kompetisi antar klub, bahkan kompetisi antar liga merupakan “vitamin” menyehatkan yang bakal mendongkrak kinerja dan prestasi. Coca Cola tak akan bisa besar tanpa Pepsi; Garuda tak akan pernah dewasa tanpa ada Lion; Partai Demokrat akan seenak perutnya sendiri tanpa PDI Perjuangan atau Hanura. Pak Harto akhirnya jatuh karena ketiadaan rivalitas.

Karena itu kompetisi antar pemain, klub, dan liga haruslah ditumbuh-suburkan di negeri ini tanpa ada satu pihak pun merasa paling memiliki, paling berkuasa, dan paling menghegemoni. Ciptakan partisipasi dan kontribusi dari seluruh elemen dan potensi yang dimiliki negeri ini. Karena itu ketika muncul inisiatif dari anak negeri untuk mengusung LPI, saya melihatnya sebagai sebuah bentuk tanggung-jawab, ownership, kepedulian untuk memajukan sepak bola di negeri ini. LPI adalah “vitamin” menyehatkan bagi persepakbolaan di negeri ini karena ia menciptakan iklim kompetisi yang positif.

Kalau PSSI (dalam spirit monopoli dan hegemoni) menolak keberadaan LPI , logika pasar justru berteriak keras: “ciptakan seribu LPI” dan adu satu sama lain dalam spirit kompetisi yang fair dan transparan. Saya percaya pada kekuatan pasar bahwa kompetisi akan menghasilkan pemain, klub, dan liga yang tangguh dan berdaya saing, yang tidak cengeng, yang tidak sudi disubsidi dan disusui, yang emoh makan uang APBD apalagi korupsi. Kompetisi akan membawa sepak bola negeri ini menemukan kejayaannya kembali.

Mari kita wujudkan momentum kebangkitan sepak bola Indonesia.

Viva sepak bola Indonesia!!!

“Garuda Di Dadaku…”

“Garuda Kebanggaanku…”

“Kuyakin Hari Ini Pasti Menang…”

Tulisan Yuswohady tersebut di atas berawal dari pengamatan tentang dinamika persepakbolaan nasional  sebelumnya, lebih dari setahun lalu. Dari kacamata seorang pengamat dan pemerhati masalah bisnis dan pemasaran, bahwa saat itu, brand besar tampak mulai masuk untuk menjadi salah satu sponsor atau pemasang iklan ke dalam salah satu kompetisi sepakbola di tanah air. Sementara itu perhatian masyarakat terhadap sepakbola juga sedang tinggi, yang banyak dipompa semenjak gelaran Piala AFF. Nah, elemen-elemen lain yang dipandang sebagai brand, pada akhirnya muncul dan mengemuka pada saat itu, bahkan  hingga sekarang, khususnya yang masih bisa bertahan. Brand-brand ini masih tampak dalam tayangan-tayangan media berskala nasional, bahkan kadang dengan tampilan bercitra global. Lihatlah seorang Irfan Bachdim sebagai sebuah brand atau seorang brand ambasador yang bersanding dengan brand bercita rasa global, sebut saja Clear.

Nah, bagaimana dengan kondisi persepakbolaan Purworejo? Mari kita cermati elemen-elemen yang musti diperhatikan dalam membangun brand sebuah klub sepakbola. Mungkin, istilah gaulnya bisa jadi sebuah pertanyaan, "Mbranding apa maneh, mbranding apane, Mas?" 

Pekan lalu, kita mendapat kabar, bahwa salah satu klub kebanggaan warga masyarakat Purworejo, Persekabpur, berhasil lolos untuk mengikuti laga babak kedua kompetisi Divisi 2 PSSI. Diperkirakan bulan April mendatang akan berlaga kembali, untuk berupaya menembus Divisi 1. Keberhasilan promosi dari Divisi 3 musim lalu ke Divisi 2 musim ini, juga diapresiasi oleh Kementrian Pemuda dan Olahraga, dalam sebuah penghargaan atlet berprestasi.

Aktivitas warga masyarakat dalam hal sepakbola, agaknya juga sedang meningkat. Sebut saja aktivitas menonton di stadion WR Soepratman. Dua laga kandang Persekabpur Purworejo di putaran pertama Divisi 2 lalu, benar-benar disesaki ribuan penonton. Begitupun aktivitas yang dilakukan di tingkat SSB, sekolah sepakbola. Banyak SSB di Purworejo dibina oleh klub yang sebelumnya telah eksis. Anak-anak usia SD sudah banyak yang mengenal nama-nama klub lokal, peserta Liga Purworejo. Anak-anak SD itu pula yang kemudian juga kerap kali menyanyikan nyanyian-nyanyian tifosi sepakbola di Purworejo. "Iwak Peyek.. Iwak Peyek..!"

Jika telah ada elemen customer dan elemen brand, elemen competition pun perlu dikedepankan.

Mari kita cermati lebih lanjut, agar agenda "Mbranding Sepakbola Purworejo Seutuhnya" ini kaya data dan ukuran nyata, menyeluruh. :)