GOOGLING..!

Minggu, 27 Mei 2012

Membangun Masyarakat Maju Mandiri

MEMBANGUN MASYARAKAT
MENUJU DESA YANG MAJU DAN MANDIRI

Muslih Anhar, S.H.
M & R Advocates and Counsellor At Law Office

Ingin rasanya kita menyampaikan mimpi, dan angan sebagai harapan kita sebagai warga masyarakat khususnya Desa kita tercinta, yaitu berharap desa yang kita tinggali, tempat kita lahir, atau asal nenek moyang kita,  menjadi desa yang lebih maju dan mandiri. Tentunya untuk mewujudkan harapan itu tidak hanya membangun desanya saja tetapi tentunya membangun masyarakatnya agar bangkit dari keterpurukan, bangkit untuk maju, dan mandiri. Untuk itu kita perlu belajar bagaimana untuk membangun desa dan masyarakatnya, saya akan mencoba menyampaikan gagasan/ ide atau pandangan yang berkaitan dengan judul di atas dari Tokoh masyarakat Purworejo saat ini dan juga Bupati Purworejo (periode 2000-2005) yaitu Dr. H. Marsaid, S.H., M.Si yang tidak lain juga sebagai Pimpinan kantor kami.

Membangun Masyarakat.
Keberhasilan pembangunan tidak lagi diukur dari segi ekonomi tapi dari sejauh mana pembangunan itu bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pembangunan berkelanjutan dewasa ini tidak hanya ditunjang oleh pembangunan ekonomi tetapi juga oleh pembangunan sumber daya manusia. Karena itu investasi pada aspek manusia sebagai modal pembangunan sangat didahulukan.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri mencakup baik manusia sebagai insan maupun sebagai sumber daya pembangunan. Dalam membangun manusia sebagai insan, pembangunan ini sangat ditekankan manusia sebagai makhluk yang memiliki harkat, martabat, hak dan kewajiban manusia, yang tercermin dalam nilai-nilai yang terkandung dalam diri manusia, baik etika, estetika, maupun logika. Kemajuan peningkatan kualitas manusia tercermin pada semakin tingginya tingkat pendidikan, kesehatan, dan pendapatan masyarakat serta dimilikinya nilai budaya yang berorientasi pada masa depan dan pencapaian prestasi. Kemandirian tercermin pada sikap dan kemampuan seseorang, sekelompok atau suatu bangsa dalam menghadapi tantangan dengan pendayagunaan seluruh potensi yang ada dalam diri sendiri dan lingkungan sekitarnya.
Dalam membangun manusia sebagai sumber daya pembangunan, sangat menekankan manusia sebagai pelaku pembangunan yang memiliki etos kerja produktif, keterampilan, kreativitas, disiplin, professionalisme, serta memiliki kemampuan memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi maupun kemampuan manajemen.
Dalam hubungannya dengan lingkungannya, aparatur dan masyarakat hendaknya tidak bersikap pasif reaktif, melainkan bersikap proaktif, mengeksplorasi lingkungan, berusaha memanfaatkan lingkungan untuk kepentingan manusia dengan tetap mempertahankan keseimbangan alam. Untuk ini dikembangkan kemampuan untuk berfikir kritis analitis, logis, rasional dan kreatif. Berfikir kreatif inilah yang dapat menghasilkan cara-cara, prosedur, metode dan produk-produk inovatif yang sangat diperlukan dalam pembangunan.
Dalam menghadapi otonomi daerah ditingkat desa dengan lingkungannya yang kompleks dan penuh tantangan, SDM aparatur dan masyarakat hendaknya mempunyai keyakinan diri yang besar, mampu mandiri, dan berprakarsa. Bersikap mencari kesibukan, kegiatan-kegiatan yang produktif, sehingga tidak akan cangung atau bingung kalau diberi pekerjaan. Sosok kualitas mental yang baik bercirikan: mempunyai komitmen terhadap nilai-nilai Pancasila, setia kepada negara dan bangsa; mempunyai solidaritas sosial tinggi, dan tanggap terhadap dinamika perubahan dalam masyarakat, serta mampu bekerjasama; kreatif, dalam arti mempunyai daya cipta dan inovasi dalam menghadapi tantangan baru serta mampu mengantisipasi pengembangan; mempunyai keyakinan diri disertai keberanian bertanggungjawab, sebagai realisasi sikap-sikap mandiri yang didasari oleh rasa disiplin wujud sikap mandiri berlandaskan disiplin yang tinggi; mempunyai jiwa kepeloporan dan kewibawaan dalam masyarakat; taat norma hukum yang berlaku dan berhati nurani yang jujur, dan mempunyai kepedualian tinggi terhadap pertahanan negara.
Hakikat peran serta sumber daya manusia dalam pembangunan sebenarnya bukan terletak pada sekedar kontribusi aktif. Namun lebih dalam dari itu, bahwa setiap sumber daya manusia harus terbangun kesadaran alamiah dalam dirinya untuk mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya dalam mencapai produktivitas optimal seiring berjalanya proses pembangunan. Kemampuan sumber daya manusia secara faktual dapat dilihat dari perwujudan hasil kerja maupun sikap tingkah laku dalam kehidupan berorganisasi maupun bermasyarakat. Tidak sedikit upaya yang perlu dilakukan untuk menghadapi permasalahan baik keadaan sekarang maupun tantangan dan permasalahan yang akan datang, yang didasarkan pada modal dasar sumber daya manusia, sebagai motor penggerak pembangunan.
Sumber daya manusia dalam pembangunan meliputi sumber daya aparatur dan masyarakat. Sumber daya aparatur mempunyai posisi yang sangat penting karena SDM aparatur melaksanakan fungsi sebagai perumus, perencana, pelaksana, pengendali maupun yang mengevaluasi pembangunan. Sebagai sumber daya aparatur pemerintahan harus memberikan contoh keteladanan, bersih dan berwibawa, serta memberikan pelayanan dan kenyamanan kepada masyarakat. Bisa dikatakan sebagai posisi kunci, sumber daya manusia aparatur harus mempunyai kriteria bersih, disiplin, berwibawa, Amanat dan dalam melaksanakan tugas selalu memperhatikan efektivitas dan efisiensi kerja.
Sumber daya masyarakat juga memegang posisi sangat penting karena tanpa partisipasi masyarakat, pembangunan tidak akan membawa hasil, dan sasaran setiap pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk memberikan kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakat. SDM aparatur pemerintahan dan SDM masyarakat harus saling menunjang dalam proses kegiatan pembangunan, demikian juga dalam memberikan tingkat kemampuan yang lebih, sasarannya tidak hanya aparatur pemerintah saja melainkan seluruh warga negara atau masyarakat diberikan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang dimilikinya.
Ciri-ciri pembagunan pada abad modern, adalah pembangunan yang menuju pendekatan efektivitas lebih efisien, demokratis, terbuka, rasional dan terlaksananya desentralisasi.
Reformasi pemerintahan telah mengakibatkan terjadinya pergeseran penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang ditandai dengan pemberian otonomi kepada daerah. Otonomi daerah yang digulirkan sejak 1 Januari 2001 sebagai pelaksanaan dari Undang-undang No. 22 Tahun 1999.
Sesuai perkembangannya, SDM aparatur daerah dan desa dituntut handal dan harus mampu melaksanakan keseluruhan tugas dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan yang efisien, efektif, terpadu, didukung dengan kualifikasi SDM aparatur yang terampil, professional, disiplin, penuh tanggung jawab, bersih, jujur, berwibawa, menjunjung tinggi kebenaran, adil, memiliki semangat pengabdian dan semangat membangun yang tinggi, peka terhadap perkembangan aspirasi masyarakat, dan mampu memanfaatkan peluang dalam pembangunan serta berdedikasi tinggi terhadap masyarakat, bangsa, dan negara.
Menurut Dr. H. Marsaid (Bupati Purworejo periode 2000-2005) bahwa dalam keadaan masyarakat yang masih mempunyai sikap mental yang sudah lama mengendap dalam pikiran karena terpengaruh atau bersumber kepada sistem nilai budaya sejak beberapa generasi yang lalu dan masih terdapat beberapa sifat kelemahan mentalitas, diantaranya: sifat mentalitas yang suka menerabas, sifat tak percaya pada diri sendiri, sifat tak berdisiplin murni, sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh dan sifat melempar tanggung jawab, melakukan sesuatu karena perintah. Itu semua suatu hambatan bagi pembangunan masyarakat dan desa.
Kalau diperhatikan dengan seksama dan dilihat dari perspektif pendidikan dalam masyarakat, terdapat beberapa sumber masalah yang semuanya masih lemah yakni: rendahnya kesadaran multikultural, pimpinan otonomi daerah yang belum tepat, kurangnya sikap kreatif dan produktif serta rendahnya kesadaran moral dan hukum. Untuk itu semua pihak berusaha mengatasi, mengurangi, menghilangkan sifat-sifat yang dianggap merupakan penghalang dalam proses membangun. Di lain pihak, pembangunan akan membawa perubahan terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk aspek sosial budayanya. Terjadi pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat, karena pembangunan akan menggeser pola kehidupan masyarakat Indonesia dari masyarakat agraris ke masyarakat industri dan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern.
Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh penguasaan terhadap ilmu pengetahuan serta kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku utama pembangunan. Harapan keberhasilan pembangunan adalah terjadinya proses sinergi antara ilmu pengetahuan dan budaya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan peningkatan kualitas SDM itu sendiri pada hakikatnya merupakan suatu hasil proses budaya, yaitu adanya pemanfaatan sumber daya kultural masyarakat berupa nilai dan intuisi. Oleh karena itu titik tolak pembangunan bukan hanya menyangkut masalah pendanaan atau investasi fisik saja, tetapi juga menyangkut nilai-nilai dan intuisi sebagai penggerak kreativitas baik ilmu pengetahuan maupun seni dan produk budaya manusia lainnya.

Desa yang Maju dan Mandiri
Desa maju dan mandiri merupakan salah satu tujuan yang perlu diwujudkan dalam era otonomi daerah. Maju artinya, adanya kedinamisan dalam masyarakatnya (tidak statis), tidak ketinggalan dalam pendidikan, kesejahteraan, mampu mengikuti perkembangan kemajuan ilmu dan teknologi. Mandiri artinya, memiliki kemampuan tumbuh atas kekuatan sendiri dengan sebanyak mungkin memanfaatkan sumber daya yang ada di masing-masing desa dengan tetap membuka diri, tidak terisolasi dari lingkungan sekitar. Mendasar karena desa merupakan pilar bangsa dan negara. Wajar bila dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan nasional harus ditandai dengan keberhasilan pembangunan desa atau sebaliknya mustahil pembangunan nasional akan berhasil kalau tidak ditandai dengan keberhasilan pembangunan desa.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan “Desa” adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 Angka 10).
Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 maka telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 sebagai pengganti PP No.76 Tahun 2001. Walaupun terjadi pergantian perundangan sesuai dengan PP No.72 Tahun 2005, prinsip dasar pemikiran pengaturan mengenai desa tetap sama dengan PP No.76 Tahun 2001 yaitu: keanekaragaman, yang memiliki makna bahwa istilah desa dapat disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini berarti pola penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan desa harus menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat setempat. Namun harus tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. UUD 1945 menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Partisipasi memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut serta bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa. Otonomi asli memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan negara yang selalu mengikuti perkembangan jaman. Demokratisasi memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi melalui BPD dan lembaga kemasyarakatan sebagai mitra pemerintahan desa. Pemberdayaan masyarakat memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
Menurut Undang- undang Nomor 8 Tahun 2005 jo Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 jo Undang-undang No.32 Tahun 2004 mengakui adanya otonomi yang dimilki oleh desa dan kepala desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedangkan, terhadap desa di luar desa gineologis yaitu desa yang bersifat administrasi seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa atau karena transmigrasi ataupun karena alasan lain misalnya, karena warganya pluralistis, majemuk ataupun heterogen, maka otonomi desa yang merupakan hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hal asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat. Perlu adanya kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa itu sendiri. Dengan demikian, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/ kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, tugas pembantuan dari pemerintah dan pemerintah daerah, urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan yang diserahkan kepada desa. Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota sesuai dengan UU No.32 Tahun 2004 pasal 200 ayat (1) disebutkan bahwa dalam pemerintahan daerah kabupaten/ kota dibentuk pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
Pengertian Pemerintahan Desa sesuai dengan pasal 201 ayat (1) disebutkan: “Pemerintahan Desa terdiri atas Kepala Desa perangkat desa sebagai unsur pimpinan melaksanakan tugas dan kewajiban dibidang eksekutif yang dibantu oleh perangkat desa. Perangkat pembantu kepala desa terdiri atas sekretaris desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan  yang lainnya (penjelasan pasal 202 ayat 2).
Tugas, wewenang dan kewajiban penyelenggara pemerintahan desa adalah sebagai berikut:
a.       Kepala Desa
Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Yang dimaksud dengan “urusan pemerintahan” antara lain pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan Badan Usaha Milik Desa, Kerjasama antar desa. Yang dimaksud “urusan pembangunan” antara lain pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana prasarana fasilitas umum desa seperti jalan desa, irigasi desa, jembatan desa, pasar desa. Yang dimaksud “urusan kemasyarakatan” antara lain pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, adat istiadat.
Kepala Desa selain mempunyai tugas di atas juga mempunyai wewenang: memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD; mengajukan rancangan peraturan desa; menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD; menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD; membina kehidupan masyarakat desa; membina perekonomian desa; mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif. Yang dimaksud dengan mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipasif adalah memfasilitasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, pengembangan dan pelestarian pembangunan di desa; mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Desa mempunyai kewajiban: memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; meningkatkan kesejahteraan masyarakat; memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme; menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa; menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan; menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik; melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa; melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa; mendamaikan perselisihan di desa, untuk mendamaikan perselisihan kepala desa dapat dibantu oleh lembaga adat desa; mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa; membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat; memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa; dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
Selain kewajiban-kewajiban di atas, kepala desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada bupati/walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat. Yang dimaksud dengan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa adalah laporan semua kegiatan desa berdasarkan kewenangan desa yang ada, serta tugas-tugas dan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota. Yang dimaksud dengan memberikan keterangan pertanggungjawaban adalah keterangan seluruh proses pelaksanaan peraturan-peraturan desa termasuk APBDes.

b.      Perangkat Desa
Penjelasan pasal 202 ayat (2) perangkat desa adalah perangkat pembantu kepala desa adalah perangkat pembantu kepala desa yang terdiri dari sekretaris desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun. Perangkat desa bertugas membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam melaksanakan tugasnya, perangkat desa bertanggungjawab kepada kepala desa. Khusus sekretaris desa diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Sekretaris desa yang ada selama ini bukan PNS dan bagi yang memenuhi persyaratan secara bertahap diangkat menjadi PNS sesuai peraturan perundang-undangan, maka telah dikeluarkan PP No.45 Tahun 2007 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengangkatan Sekretaris Desa menjadi PNS.

c.       Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Di samping itu, BPD mempunyai fungsi mengawasi pelaksanaan peraturan desa dalam rangka memantapkan pelaksanaan kinerja pemerintahan desa. Keanggotaan BPD terdiri dari wakil penduduk desa yang bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Yang dimaksud dengan wakil masyarakat dalam hal ini seperti Ketua Rukun Warga, pemangku adat dan tokoh masyarakat. Masa jabatan BPD enam tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Badan Permusyawaratan Desa berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa mempunyai wewenang: membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa; melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa; mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa; membentuk panitia pemilihan kepala desa; menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan menyusun tata tertib BPS.
Badan Permusyawaratan Desa mempunyai hak: meminta keterangan kepada pemerintah desa dan menyatakan pendapat.
Anggota Badan Permusyawaratan Desa mempunyai hak: mengajukan rancangan peraturan desa; mengajukan pertanyaan; menyampaikan usul dan pendapat; memilih dan dipilih; dan memperoleh tunjangan.
Anggota Badan Permusyawaratan Desa mempunyai kewajiban: mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan; melaksanakan kehidupan demokrasi dalam menyelenggarakan pemerintahan desa; mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan  Republik Indonesia; menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; memproses pemilihan kepala desa. Yang dimaksud memproses pemilihan kepala desa adalah membentuk panitia pemilihan, menetapkan calon kepala desa yang berhak dipilih, menetapkan calon kepala desa terpilih dan mengusulkan calon kepala desa terpilih kepada bupati/ walikota untuk dilantik.
Bila kita memperhatikan tugas-tugas dan wewenang penyelenggara pemerintahan desa, ke depan akan semakin kompleks dan berat. Terlebih kalau kita kaji lebih mendalam bahwa sejumlah urusan pemerintahan kabupaten/kota memungkinkan untuk dapat diserahkan kepada desa yang meliputi berbagai bidang: bidang pertanian dan ketahanan pangan, bidang pertambangan, energy serta sumber daya mineral, bidang kehutanan dan perkebunan, bidang perindustrian dan perdagangan, bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah, bidang penanaman modal, tenaga kerja dan transmigrasi dan lain-lain. (Permendagri No.30 Tahun 2006). Sedemikian kompleksnya, ke depan tanggung jawab penyelenggara pemerintahan di desa, baik secara manajerial, administratif maupun teknis dan operasional, terlebih dalam proses transformasi sosial budaya agraris ke sosial budaya industri, yang akan ditentukan oleh kemampuan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat untuk menyerap serta mengembangkan perilaku masyarakat berbudaya industri.

Nah, dari berbagai uraian di atas sudah kita ketahui bagaimana permasalahan kompleks dari masyarakat dan desa saat ini. Untuk mewujudkan masyarakat dan desa yang maju dan mandiri tentu dan harus dibutuhkan suatu keinsyafan dan kesadaran diri masing-masing warga desa khususnya serta mempunyai tekad, semangat untuk maju dan mandiri. Selain itu perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Desa, Perangkat Desa serta BPD (Baperdes) untuk bisa amanat menjalankan segala Tugas, kewajiban, serta wewenangnya dengan baik dan benar dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta norma yang berlaku di masyarakat.

Sumber Bacaan: Dr. H. Marsaid, Menata Sumber Daya Aparatur dan Masyarakat Menuju Desa Yang Maju dan Mandiri, Jurnal Ilmu Sosial Alternatif , Volume X, No.2 Desember 2009, STPMD “APMD” Yogyakarta. dan Peraturan perundang-undangan berkaitan Pemerintahan Daerah.

Biodata Penulis
Muslih Anhar, S.H lahir di Popongan-Purworejo, 10 Oktober 1982, Anak ke-2 dari Pasangan Nasri, Amd.Pd dan Siti Darodjah. Sejak lulus SDN Popongan 2 melanjutkan di SLTPN 1 Purworejo lulus tahun 1998, dan di SMUN 2 Purworejo lulus tahun 2001. Memperoleh Sarjana Hukum dengan Predikat Cum laude dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (2008), Pendidikan Khusus Profesi Advokat Universitas Islam Indonesia (2010). Pendidikan dan Pelatihan yang  diikuti antara lain: Manajemen Informatika dan Perbankan di Alfabank Yogyakarta (2001-2002), Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum (LKBH) Yogyakarta di Arqom –Doni & Associates (2007), serta telah mengikuti berbagai Seminar lokal maupun nasional. Sejak tahun 2011- 2012 aktif di Kantor Advokat dan Penasihat Hukum M. Tabroni, AZ, dkk. Saat ini Penulis aktif di Kantor Advokat dan Penasihat Hukum M & R dan aktif di suatu organisasi kemasyarakatan.

[z104]

Tidak ada komentar: